Akisah di
ceritakan ada sebuah negeri yang berada di tanah Andelas Perlembang, rajanya
bernama Demar Lebar Daun, ia adalah cucu dari raja Sulan. Di negeri itu
terdapat sebuah sungai bernama Muara Tatang, dan hulu sungai itu bernama sungai
melayu. Di sana tinggallah dua orang perempuan yang sedang berladang. Wan Empuk
dan wan Malini namanya. Mereka tinggal di bukit Siguntang, rumah mereka
sangatlah luas, padi dan ladangnya pun juga sangat banyak dan luas, padi-padi
mereka sudah menguning dan siap untuk dipanen.
Suatu malam
mereka melihat ladang mereka seperti menyala seperti api yang membara
Wan Malini : “Wan Empuk! Wan Empuk! Wan Empuk! Wan
Empuuuk!” (sambil menggoyang-goyangkan tubuh Wan Empuk)
Wan Empuk : “Ada
apa? Sudah tidur saja!” (menggosok mata, lalu tidur lagi)
Wan Malini : “Sini cepat cepat cepat, ” (membangunkan
paksa Wan Empuk, dan menyeret Wan empuk keluar rumah)
Wan Empuk : “Ada apa sih!” (kesal dan berusaha melepas
tangan Wan Malini)
Wan Malini : “coba lihat ke arah ladang, disana ada
cahaya seperti nyala api, aku takut melihatnya” (menunjuk kearah ladang)
Wan Empuk : “benar! Jangan-jangan itu naga?!”
(membelalakkan mata)
Wan Malini : “iya benar! Mungkin itu naga besar”
(ketakutan)
Wan Empuk :
“sudah kita tidur saja, aku juga takut melihat nya”
Wan Malini : “kita lihat besok saja, apa yang sebenarnya
terjadi”
Meraka pun diam dan
ketakutan dengan apa yang terjadi saat itu, akhirnya mereka pun tertidur. Pada pagi
itu mereka bangun, setelah itu mereka membasuh muka mereka, dan melihat apa
yang terjadi pada malam itu.
Wan Malini : “Wan Empuk! Wan Empuk!” (teriak-teriak
heboh)
Wan Empuk : “ada
apa Wan Malini?”
Wan Malini : “Ayo kita lihat apa yang sesungguhnya
terjadi tadi malam!”
Wan Empuk :
“ayolah, kita naik ke bukit untuk melihat apa yang sebenarnya terjadi”
Wan Malini : “ayo! Cepat cepat cepat”
Mereka pergi naik ke atas
bukit Siguntang, disanalah mereka terkejut dan terheran-heran smelihat
apa yang terjadi sebenarnya. Ternyata ladang padi mereka berubag menjadi emas,
dilihatnya padi yang berbuahkan emas, berdaunkan perak, dan batangnya berubah
menjadi tembaga suasa. Mereka sangat terheran-heran apa yang sebenarnya terjadi
pada ladang mereka, mengapa berubaah seperti seperti ini. Di tambah juga saat
mereka berjalan ke bukit Sihutang, mereka melihat tanah itu menjadi warna emas.
Wan Empuk : “Wan
Malini, apa yang sebenarnya terjadi tadi malam ya?” (kebingungan)
Wan Malini : “aku juga tidak tahu, mengapa ini bisa
terjadi ya?”(garuk-garuk kepala)
Wan Empuk : “ya!
Mungkin inilah yang kita lihat tadi malam!”
Dan pada waktu yang sama
datanglah tiga orang muda yang gagah, dan salah satunya memakai baju kerajaan,
bersama dengan lembu putihnya dan dua orang lagi berdiri di di sebelahnya
memegang pedang kerajaan dan lembing. Wan Empuk dan Wan Malini yang sedang
berdiri di tanah yang berwarna emas itu menjadi terheran-heran dan sampai
tercengang melihat tiga orang itu dengan
parasnya yang sangat gagah dan terlihat sikap mereka sangat baik dengan pakaian
yang bagus dan indah berkilauan.
Wan Empuk : “apakah
karena tiga orang ini, padiku berbuah emas?”
Wan Malini : “daunnya berdaun perak?”
Wan Empuk : “dan
batangnya berbatang tembaga suasa?”
Wan Malini :
“tanah bukitnya pun menjadi emas?”
(mereka
terheran-heran)
Wan Empuk : “Siapa
ya sebenarnya orang itu Wan Malini?”
Wan Malini : “Aku juga tidak tahu, aku pun juga tidak
mengenalnya”
Wan Empuk : “Ayo
coba kita tanya siapa mereka!”
(berjalan menuju
ketiga orang tersebut)
Wan Empuk :
“permisi tuan, jika boleh tahu siapakah tuan hamba ini?”
Wan Malini : “dan darimana tuan hamba ini berasal?”
Wan Empuk :
“Apakah tuan hamba ini anak jin?”
Wan Malini : “atau apakah tuan hamba ini anak peri?”
Wan Empuk :
“Karena sudah lama kami tidak pernah melihat seorangpun datang ke sini”
Wan Malini : “Baru tuan hamba inilah yang datang ke
sini”
Raja : “oh, tenang tenang tenang saja”
N Pahlawan :
“kami buka dari bangsa jin dan peri”
K Pandita : “kami ini bangsa manusia”
Raja : “asal kami adalah cucu dari raja
Iskandar Dzu’l-Karnain”
N Pahlawan :
“nisab kami adalah raja Nusirwan raja masyrik dan maghrib”
K
Pandita : “dan pancar kami dari raja
Slaiman alaihisalam dan raja ini bernama raja Bicitram Syah”
Raja : “dan meraka berdua ini Karna Pandita
dan yang ini Nila Pahlawan” (menunjuk Karna Pandita dan Nila Pahlawan)
N Pahlawan :
“Pesang ini bernama curik Semandang” (menunjukkan Curik)
K Pandita : “dan lembing ini bernama Lembuara”
(menunjukkan Lembing)
Raja : “yang sini namanya cap kayu
Kempa” (menunjukkan cap)
N Pahlawan :
“jika mengirim surat kepada raja, cap ini yang di capkan”
Wan Empuk :
“Kalau tuan tuan tuan ini benar benar anak cucu raja Iskandar,”
Wan Malini : “ada perlu apakah tuan tuan datang kesini?”
Nila Pahlawan pun menceritakan
semua hikayat raja Iskandar yang mempunyai istri anak raja Kida Hindi dan peri
raja Suran, itu semua diceritakan kepada Wan Malini dan Wan Empuk.
Wan Malini : “Apa
bukti perkataan tuan tuan ku ini?”
Raja : “Mahkota inilah buktinya, bkti bahwa
saya adalah cucu raja Iskandar” (menunjuk mahkota yang di pakai)
N Pahlawan :
“Hai para Embok! Jika anda tidak percaya dengan perkataan kami itulah sebabnya
kami datang kesini”
K Pandita : “Padi Embok menjadi berbuahkan emas,
berdaunkan perak dan berbatangkan tembaga suasa juga tanah di dibukit ini
menjadi emas”
Maka Wan Maini dan Wan
Empuk percaya pada ucapan ketiga orang muda itu, mereka sangat senang
mendengarnya, lalu raja itu di bawa ke rumah Wan Malini dan Wan Empuk. Raja
lalu naik ke atas lembu putih untuk pergi ke rumah Wan Malini dan Wan Empuk.
Akhirnya Wan Empuk dan Wan Malini dapat memanen hasil ladang mereka. Mereka pun
menjadi kaya raya, dengan izin Allah, maka Lembu yang biasa mereka naiki
memuntahkan buih dan menjadi seorang anak manusia.
Wan Empuk : Subhanallah! Bagaimana bisa lembu yang
biasa kita naiki melahirkan anak manusia?! (mengelus elus kepala Bat)
Wan Malini : Allah telah berkehendak.. . (mengangguk
–angguk)
Wan Empuk : bagaimana jika kita menamai anak ini Bat?
Wan Malini : benar juga nama itu sangat cocok untuk
anak ini.
Kemudian, Wan Malini dan
Wan Empuk pun di nikahkan dengan Nila Pahlawan dan Karna Pandhita, dan mereka
di karuniai seorang anak laki-laki bernama Baginda Awang dan seorang anak
perempuan yang bernama Baginda Dana. Akhirnya mereka hidup bahagia bersama
selamalamalalmalamalamanyaaaa..
Tidak ada komentar:
Posting Komentar